BAB
IV
TIGABINANGA
DAN PERJUANGAN
1. Kedudukan Tigabinanga
Pada
tanggal 13 Maret 1946, Gubernur Sumatera, memerintahkan pembentukan Komite
Nasional Tanah Karo Komite berhasil memutuskan pembentukan Pemerintahan
Kabupaten Karo dengan Rakutta Sembiting Brahmana sebagai Bupati. Berdasarkan
keputusan Komite Nasional tanggal 18
April 1946, ditetapkan 3 Kewedanaan di Kabupaten Karo, yaitu:
1.Kewedanaan Karo Tinggi,
berkedudukan di Kabanjahe dengan Wedananya Netap Bukit;.
2.Kewedanaan Karo Jahe
berkedudukan di Pancur Batu dengan Wedananya Keras Surbakti;
3.Kewedanaan Karo
Hilir berkedudukan di Tigabinanga dengan Wedananya Tama Sebayang.
Kewedanaan Karo Hilir dibawah Wedana
Tama Sebayang meliputi 5 Kecamatan
yaitu:
1. Kecamatan Tigabinanga dengan Camat Mulai
Sebayang/Likut Ginting.
2. Kecamatan Munte dengan Camat Ngembar Sembiring
Meliala.
3. Kecamatan Juhar dengan Camat Pulung Tarigan.
4. Kecamatan Kutabuluh
dengan Camat Masa Sinulingga.
5. Kecamatan Mardinding dengan Camat Nuriken
Ginting/ Tambaten Berahmana.
Pada
21 Juli 1947, pasukan infantri Belanda yang didukung kendaraan lapis baja
menyerang kota-kota utama di Sumatera
Timur, termasuk Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Residen Sumatera Timur, Mr Abubakar
Jaar yang berkedudukan sementara di Tebing Tinggi setelah meninggalkan ibu
kotanya di Medan, memindahkan lagi Ibukota Sumatera Timur ke Tigabinanga. Selama
4 bulan memimpin pemerintahan dari Tigabinanga. Kemudian ibukota Keresidenan Sumatera Timur pindah lagi ke Padang Sidempuan.
Bupati Kabupaten Karo juga
memindahkan ibukotanya ke Tigabinanga dan selama 7 bulan berada disana.Penduduk
Tigabinanga bahu membantu pemerintahan dan Lasykar
Rakyat Napindo Halilintar, dalam mendukung perjuangan. Ibukota Kabupaten Karo. pindah lagi ke Lau
Baleng dan kemudian ke Kotacane, sebagimana juga penduduk mengungsi ke Aceh dan Dairi.
Ibukota Propinsi Sumatera Utara
sendiri, terlebih dahulu telah pindah ke Kotaraja (Banda Aceh) dibawah pimpinan
Sutan Muh Amin, setelah Kota Medan diduduki serdadu Belanda.Pada waktu itu Aceh
adalah masih bagian Propinsi Sumatera Utara.
Atas serangan militer Belanda tersebut,
rakyat Karo bangkit melakukan perlawanan dan melakukan pembalasan.Rakyat rela
berkorban harta dan nyawa. Terjadi politik bumi di Kabupaten Karo dan sebanyak 53 Kampung terbakar termasuk sebagian
kota Tigabinanga.
2. Surat Penghargaan dari Wakil Presiden RI
Wakil Presiden M.Hatta berada di Tanah Karo disekitar
peristiwa ini. Beliau awalnya bermaksud menuju ke Kotaraja, Ibukota sementara Propinsi
Sumatera Utara. Akan tetapi karena alasan keamanan, rencana berubah dan beliau memutuskan
untuk kembali ke Bukittinggi melalui Tanah Karo. Beliau menginap di Berastagi dikawal pemuda pejuang
sehingga selamat kembali ke Bukit Tinggi. Beliau mendengar bagaimana para
pejuang melakukan perlawanan terhadap Belanda bersama rakyat semesta bahkan dengan membumi hanguskan
kampung-kampung Karo termasuk sebagian
kota Tigabinanga.
Tercatat
sebanyak 53 kampung musnah dilalap api
yaitu:
1.
Jumaraja
(Cinta Rakyat);
2. Keling;
3. Payong;
4. Berastepu;
5. Batukarang;
6. Sarinembah;
7. Perbesi;
8. Kuala;
9. Kutabangun;
10. Pergendangen;
11.
Keriahen;
12.
Singgamanik;
13.
Kineppen;
14.
Munte;
15.
Suka;
16.
Rumah Kabanjahe;
17.
Kabanjahe;
18.
Berastagi;
19.
Kacaribu;
20.
Kandibata;
21.
Laubaleng;
22.
Susuk;
23.
Tiganderket;
24.
Kutabuluh;
25.
Tanjung;
26. Gurukinayan;
|
27. Selandi;
28. Kidupen;
29.
Gunung Manumpak;
30.
Toraja;
31.
Selakkar;
32.
Rajatengah;
33.
Mbang Sibabi;
34.
Ajinembah;
35.
Tigapanah;
36.
Barusjahe;
37.
Tigajumpa;
38.
Merek;
39.
Tengging;
40.
Garingging;
41.
Ergaji;
42.
Barung Kersap;
43.
Tanjungberingin;
44.
Naman;
45.
Sukandebi;
46.
Kutatengah;
47.
Sigarang-garang;
48.
Ndesketi;
49.
Gamber;
50.
Gruhguh;
51.
Sukajulu;
52.
Kuta Kepar;
53.
Tigabinanga.
|
Wakil Presiden Republik
Indonesia M. Hatta ketika tiba di Bukit tinggi, menulis Surat Pujian berbunyi sbb:
“Bukittingi, 1 Junuari 1947
Kepada
Rakyat Tanah Karo Yang Kucintai,
Merdeka
!
Dari jauh kami memperhatikan perjuangan
Saudara-saudara yang begitu hebat untuk mempertahankan tanah tumpah darah kita
yang suci dari serangan musuh. Kami sedih merasakan penderitaan saudara-saudara
yang rumah dan kampung halaman habis terbakar dan musuh melebarkan daerah
pertempuran secara ganas, sekalipun cease fire sudah diperintahkan oleh Dewan Keamanan
UNO. Tapi sebaliknya kami merasa bangga dengan rakyat yang sudi berkorban untuk
mempertahankan cita-cita kemerdekaan kita. Saya
bangga dengan pemuda Karo yang berjuang membela tanah air sebagai putera
Indonesia sejati.Rumah yang terbakar boleh didirikan kembali, kampung yang
hancur dapat dibangun lagi, tetapi kehormatan bangsa kalau hilang susah
menimbulkannya.
Dan
sangat benar pendirian Saudara-saudara biar habis segala-galanya asal
kehormatan bangsa terpelihara dan cita-cita kemerdekaan tetap dibela sampai
saat yang penghabisan. Diatas kampung halaman saudara-saudara yang hangus akan
bersinar kemudian cahaya kemerdekaan Indonesia dan akan tumbuh kelak bibit
kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Karo, sebagai bagian dari pada Rakyat
Indonesia yang satu, tidak dapat dibagi-bagi. Kami sudahi pujian dan
berterimakasih kami kepada saudara-saudara dengan semboyan kita yang jitu itu:
”Sekali Merdeka Tetap Merdeka”
Saudaramu,
Mohammat Hatta
Wakil
Presiden Republik Indonesia
1. Tigabinanga
menjadi ibukota Kabupaten Karo dan Keresidenan Sumatera Timur
Pada tanggal 31 Juli 1947, Kabanjahe diduduki oleh Belanda, dan pusat pemerintahan sementara
Kabupaten Karo dipindahkan ke
Tigabinanga. Dibawah Bupati Rakutta Sembiring Brahmana, selama 7 bulan kegiatan
pemerintahan dilakukan dari Tigabinanga.Tugas yang
dilakukan oleh Ngadang Sebayang adalah
menggerakkan rakyat membantu pejuang kemerdekaan seperti Laskar Rakyat
yang menjadi kekuatan dan tulang punggung.Kemudian bersama Bupati mengatur membantu para pengungsi yang mengungsi
ke Tigabinanga dan penduduk Tigabinanga dengan ikhlas melakukannya. Pengungsi-pengungsi
dari luar yang berjubel di Tigabinanga oleh Ngadang Sebayang ditempatkan di
tempat penampungan darurat yang dibangun
di Ruam, dipinggiran kota, dekat dengan Laubengap. Demikian juga menyiapkan bantuan logistik untuk pengungsi-pengungsi dan
pasukan laskar Rakyat. Dalam waktu bersamaan, Tigabinanga juga menjadi Ibukota
sementara Sumatera Timur dibawah Residen Abubakar Jaar.Setelah kota Medan
diserang, ibukota Keresidenan Sumatera Timur dipindahkan ke Tebing Tinggi.Dan
setelah kota Tebing Tinggi diduduki Belanda, ibukota dipindahkan lagi ke
Tigabinanga,untuk selama 4 bulan. Kemudian
dipindahkan lagi ke Padang Sidempuan. Demikian juga Ibukota Kabupaten Karo pada tanggal 25 Nopember 1947, dipindahkan lagi ke Laubaleng dan selanjutnya
ke Kotacane.
2. Negara
Sumatera Timur (NST)
Setelah wilayah Keresidenan Sumatera Timur ditinggalkan oleh
Pemerintah RI, pada tanggal 25 Desember
1947, Belanda membentuk Negara Sumatera Timur (NST). Sebelumnya, pada tanggal 8
Oktober 1947, Belanda mendeklarasikan terbentuknya Daerah Istimewa Sumatera
Timur (DIST) dibawah Dr. Tengku Mansyur dengan memanfaatkan elemen anti
republik yang ada dikalangan bangsawan Melayu dan sebagian Raja-raja Simalungun
serta beberapa Kepala Suku Karo. Mereka semua merasa kedudukannya terancam
dengan berdirinya Negara baru yaitu Republik Indonesia. Perasaan ini muncul
karena pada masa awal kemerdekaan terdapat pengalaman pahit dengan tekanan kaum
muda pro Republik yang sangat anti bangsawan dan kemapanan. Pada tanggal 3
Maret 1946 terjadi penangkapan atas
pejabat swapraja, 17 Rajaurung dan Sibayak di tahan di Berastagi dan kemudian dipindahkan
ke Aceh Tengah dan sistem swapraja
dinyatakan dibubarkan.Ngerajai Sembiring
Meliala, yang diangkat Pemerintah Militer menjadi swapraja Tanah Karo sejak
tahun 1943, dan menjadi kepala
pemerintahan pertama pada awal kemerdekaan, ikut ditangkap.Untuk menghidarkan
kekosongan pemerintahan diangkat pejabat militer di Berastagi, Mayor Nurdin
sebagai pejabat Bupati sampai Rakutta Sembiring Brahmana terpilih menjadi
Bupati Karo pada tahun 1946. (Google Wikipedia).
Setelah terbentuk, Pemerintah Negara Sumatera
Timur (NST) mengangkat "Bupati” Kabupaten Karo yaitu Raja Kelelong
Sinulingga (1947-1949) dan Rejin Perangin-angin (1950). Demikian juga halnya dengan
pejabat-pejabat bawahannya, seperti “Wedana”, “Camat” dan “Kepala Kampung” di
Kapupaten Karo. Di wilayah Tigabinanga, diangkat
“Wedana” Tigabinanga, “Camat” Tigabinanga, dan “Kepala Kampung” Tigabinanga,
yang pro federal, pada hal pejabat Republik masih ada dipengasingan.
Dalam pada itu,
terjadi perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Belanda. Pada tanggal 17
Januari 1948 ditandatangani “Perjanian Renville” yang menetapkan Garis
demarkasi Van Mook. Isinya antara lain
agar kantong-kantong gerilya TNI harus mundur ke daerah Aceh dan Tapanuli. Batas Garis demarkasi itu untuk
Tanah Karo adalah Lau Pakam yang berbatasaan
dengan Aceh dan Lau Renun Laupetundal berbatasan dengan Dairi. Belanda
bermaksud untuk menguasai seluruh wilayah Kabupaten Karo sebagai bagian NST.Keinginan
tersebut tidak sepenuhnya berhasil karena pertahanan yang dibuat Resimen 1 di Lau
Lisang yang tidak dapat ditembus oleh serdadu Belanda.
Sebagai mana
diterangkan sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Karo yang Republik tetap ada
walaupun beberapa
kali mengalami perpindahan ibukota: Pada tanggal 31 Juli 1947 pindah ke Tigabinanga,
tanggal 25 November 1947 pindah
ke Laubaleng, tanggal 5 Pebruari 1948 pindah
ke Kutacane. Pada tanggal 14 Agustus
1949 pindah ke Tiganderket, berarti
masuk ke Tanah Karo. Terjadilah dikotomi antara pro Republik dan pro Federal. Terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS)
pada tanggal 27 Desember 1949, sebagai
hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang berbentuk Negara Federal dengan
melahirkan 3 negara anggota yaitu Negara Sumatera Timur (NST) dan Negara
Indonesia Timur (NIT) dan RI Jogyakarta. RIS hanya berumur 8 bulan. Setelah
Republik Indonesia kembali berbentuk Negara Kesatuan, pada tanggal 16 Agustus
1950, Ibukota Kabupaten Karo kembali ke Kabanjahe dan Rakutta Sembiring
Brahmana tetap menjadi Bupati.
Pada
tanggal 28 Maret 1952 dilakukan pemilihan Kepala Kampung Tigabinanga.Pada waktu
itu Kuta Tiberingin digabung dengan kuta Tigabinanga, dibawah satu Penghulu
dengan sebutan : Penghulu Tigabinanga & Tigaberingin. Maju menjadi Calon
dalam pemilihan, Ngadang Sebayang dan Jakop Tarigan. Dalam pemilihan yang
diadakan, terpilih kembali Ngadang Sebayang menjadi Kepala Kampung Tigabinanga &
Tigaberingin. Dapat dijelaskan bahwa Ngadang Sebayang nonaktif sebagai Penghulu
sejak tanggal 11 Desember 1947 sampai
tanggal 28 Maret 1952, yaitu selama NST
berdiri.
BAB
V
GEMPURAN
KE NEGARA SUMATERA TIMUR
1.
Pembagian Daerah Pertempuran 1 Mei
1947
Pada
tanggal 1 Mei 1949 di Kotacane, tercapai kesepakatan antara Komandan Sektor III
Mayor Selamat Ginting dan Komandan Resimen I Letkol Jamin Gintings tentang
Pembagian Daerah Pertempuran bagi masing masing pasukan dalam menghadapi
militer Belanda dan Barisan Pengawal NST.
Daerah Pertempuran di Tanah Karo,
Deli Serdang dan Cingkes disepakati untuk dibagi sbb:
1.Daerah Pertempuran dari Resimen I
adalah sebelah kiri jalan raya dari Kotacane sampai kota Kabanjahe. Demikian
juga jalan raya dari kota Kabanjahe ke Medan.
2.Daerah Pertempuran dari Sektor III
adalah sebelah kanan jalan raya dari Kotacane sampai Tigabinanga dan Tigabinanga
ke Kabanjahe, dan seluruh daerah Cingkes
Pada
tahun 1948, sekembalinya dari pengungsian Ngadang Sebayang bersama keluarga tinggal di Kuala
Baru, karena rumahnya di Simpang Tiga ke Juhar, dijadikan Belanda sebagai
markas serdadu Belanda. Belanda melakukan isolasi atas seluruh kota dengan membuat brikade kawat
berduri dari semua arah jalan, dan
dijaga siang dan malam oleh serdadu
Belanda. Belanda menyangka, bahwa Tigabinanga akan aman dari
ancaman dan serangan pasukan RI. Akan tetapi sangkaan ini salah besar. Dengan
gagah berani markas Belanda diserang oleh para gerilyawan semalam suntuk. Terdengar
suara tembakan yang dahsyat pada malam itu. Beberapa tahun setelah perang usai,
Ngadang Sebayang didatangi oleh keluarga para pejuang, agar dapat menunjukkan
letak makam keluarganya yang gugur dalam pertempuran tersebut, dengan maksud agar
tulang belulangnya dipindahkan ke kampung masing-masing. Ngadang Sebayang dengan mudah menun-jukkan lokasi makam pejuang tersebut , karena dialah yang memakamkannya dengan baik-baik seusai
pertempuran berlangsung. Sungguh mahal kemerdekaan ini ditebus.
2.
Pertempuran Bertah 7 Mei 1949
Pada
tanggal 14 April 1949, dengan mengambil tempat di Hotel Des Indes Jakarta,
berlangsung perundingan antara delegasi Pemerintah RI dan Belanda. Delegasi
Indonesia dipimpin oleh Menteri Luar Negeri RI, Mr. Moehamamad Roem dan delegasi
Belanda dipimpin oleh Dr H. Van Roijen, Perundingan ini dilakukan atas prakarsa dari PBB
dan oleh karena itu P.B.B. ikut memantaunya. Pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai kesepakatan dan ditanda tanganilah
perjanjian “Roem-Roijen Agreement”, isinya sbb:
1. Angkatan Bersenjata Indonesia menghentikan semua aktifitas gerilya;
2. Pemerintah
RI akan menghadiri Konperensi
Meja Bundar;
3. Pemerintah RI dikembalikan ke Yogyakarta;
4. Angkatan Bersenjata Belanda menghentikan semua
operasi militer dan membebaskan semua tahanan perang”.
Tepat pada tanggal 7 Mei 1949, ulangi
tepat pada tanggal 7 Mei 1949 justru terjadi pertempuran hebat antara tentara
Belanda dan pasukan dari Sektor III di Bertah.
Konvoi Belanda yang bersenjata lengkap yang datang dari arah
Kabanjahe menuju Tigabinanga, dihadang secara heroik oleh Pasukan sektor III dibawah
Pimpinan Komandan Batalion Pala Bangun. Terjadi pertempuran yang hebat dan
legendaris sehingga peristiwa itu
diabadikan dalam:
“tujuh
mei, tujuh mei, tahun empat puluh sembilan, serentak sektor
tiga melakukan gempuran, kapten
pala maju dengan gagah”.
Komandan Sektor III, Mayor Selamat
Ginting menyatakan bahwa Pertempuran
Bertah adalah puncak pertempuran frontal yang pernah dilakukan
oleh pasukannya. Hal itu dibenar oleh Letnan Raja Nelah Sebayang, yang menjadi
ajudannya.
Sebuah Tugu Peringatan, kemudian didirikan di tepi jalan
raya di Bertah menuju Tigabinanga dimana dengan lengkap terukir nama para
prajurit yang gugur dalam pertempuran
tersebut.Demikian juga Susunan Organisai dari Sektor III lengkap dengan nama
pejabat-pejabat dan pangkatnya.
Satu hal yang amat menyentuh adalah tanggal peristiwanya sendiri
yang bersejarah yaitu tanggal 7 Mei
1949. Persis pada akhir suatu awal dan awal suatu akhir. Suatu peristiwa
bersejarah : the threshhold of liberty (“berada diambang pintu sukses”) dari
kemerdekaan Indonesia yang amat mahal dan berharga.
pakai sumber apa ini?
BalasHapus